Penulis Artikel

Foto saya
Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
Untuk info atau bantuan lebih lanjut, silahkan anda kontak kami via : WA : 0812 1273 1032

Sabtu, 19 Maret 2011

AGENDA / ACARA PERSIDANGAN PERKARA CERAI

Penulis menerima banyak sekali pertanyaan dari pengunjung Blog ini seputar tentang tata urutan agenda / acara persidangan untuk pemeriksaan perkara cerai yang sedang dihadapi mereka / sedang berlangsung di Pengadilan (Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama).

Minimnya pengetahuan dan juga sedikitnya arahan / penjelasan dari lembaga peradilan mengakibatkan kebingungan dan pemahaman yang keliru dalam implementasinya, tidak jarang Penulis menemukan praktek pencabutan sebagian Gugatan / Tuntutan (biasa disebut sebagai Petitum) oleh pihak yang mengajukan perceraian dengan alasan yang umum adalah guna mengurus perceraiannya saja dahulu, nanti hal-hal lain dituntut belakangan saja. Yang akan terjadi tentu (menyuruh?) mengajukan gugatan kembali tentang hak-hak tertentu setelah jatuhnya
"putusan cerai saja" tersebut, tidaklah ditimbang biaya, proses dan pertikaian yang semakin tajam kelak.

Saran ini menurut Penulis salah dan tidaklah efektif, karena Hukum Acara Perdata kita telah mengatur bagaimana Peradilan seharusnya memeriksa dan mengadili perkara-perkara tersebut, bukannya malah membuat kecemasan seolah-olah perkara yang digabung (kumulatif = menggabung gugatan perceraian dengan gugatan lain seperti Hak Asuh Anak, Harta Bersama / Gono Gini, dan atau munculnya gugatan balik (rekonpensi) dari pihak lawan) akan repot, lama. panjang dan tiada berakhir.

Belum lagi, hak-hak khusus yang dijamin menurut Kompilasi Hukum Islam bagi seorang Istri sebagai pihak Termohon dalam Perkara Cerai Talak dari Suami sebagai Pemohon yang mengajukan Permohonan Talak (Cerai Talak)wajib dilindungi sebagai Putusan Ex-Officio oleh Hakim Peradilan Agama. Hak-Hak Khusus ini yaitu : Hak mendapatkan Nafkah Iddah selama 3 (tiga) Bulan Masa Iddah, Hak mendapatkan Mut'ah (Kenang-kenangan), Hak mendapatkan Maskan (Jaminan Tempat Tinggal), serta Hak mendapatkan Kiswah (Jaminan Pakaian). Termasuk perlindungan untuk mengasuh anaknya yang masih di bawah umur (Hak Hadlonah).

Untuk itulah, maka perkenankan Penulis menerangkan tata urutan persidangan tersebut supaya Pembaca menjadi paham dan tidak lagi takut atau cemas menghadapi sidang di Pengadilan. Atau setidaknya memperoleh gambaran yang jelas medan apa yang akan dihadapinya, asalkan dijalani secara tertib sidang tentu pemeriksaan perkara akan mudah dilakukan Majelis Hakim untuk nantinya mengadili perkara yang dihadapinya tersebut.

Silahkan Pembaca pilih pada
3 (tiga) artikel terbaru dari Penulis di bawah ini sesuai dengan kategori Perkara Cerai yang sedang dijalani.

Semoga bermanfaat... 

and Justice For All

2 komentar:

  1. ass sy mau tanya apakah bisa suami mengajukan permohonan talak walaupun tanpa surat ijin atasan karena dia seorang pns.atasannya tdk memberikan ijin karena istrinya tdk mau didiperiksa atasan karena istri tdk mau diceraikan karena merasa tdk ada kesalahan tapi suami yg punya keinginan bercerai

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seorang PNS atau TNI/Polri tidak dapat mengajukan upaya perceraian di Pengadilan tanpa adanya izin dari atasan hirarkinya. Pelanggaran atas ketentuan ini dapat mengakibatkan yang bersangkutan dipecat dari status PNS atau TNI/Polri.

      Sebaiknya, jika anda tidak mau dicerai maka tetap datang dalam proses di kantor Suami tersebut, untuk mengutarakan keberatan dan penolakan. Nanti akan menjadi pertimbangan atasan untuk mengizinkan atau tidak.

      Apabila anda tidak datang menghadap atasannya, maka anda dapat dianggap mengabaikan hak jawab yang sebenarnya anda miliki.

      Hapus

Silahkan tuliskan komentar atau tanggapan di bagian ini. Mohon pergunakan bahasa yang baik, singkat namun mudah dipahami secara umum. Jangan gunakan singkatan2 kata yang tidak populer sehingga akan menghindari kami dari salah interprestasi.

Selanjutnya komentar anda akan kami tanggapi sesegera mungkin.

Salam hormat,
JAMEMAGAM